Cerita bagus dan mengharukan nih....

Kebetulan hobby menulisku selalu aku perkaya dengan cara membaca. Yah..cari inspirasi aja buat nulis, siapa tahu dapet ide yang unik...Nah, aku kebetulan juga sebagai pembaca, penikmat blog dewi Lestari. Tulisan-tulisannya selalu beri aku inspirasi. Berikut ini salah satu cerita pengalaman salah satu pembaca blog tersebut juga...Kisahnya menyentuh dan lumayan nyindir gitu, karena sepertinya banyak wanita yang mengalami hal seperti ini. Di baca yaa....

Rectoverso Moment Week#3 Winner:
"MENCINTAI SEBATAS PUNGGUNG"
Oleh: Sherly.
Just a little girl
Big imagination
Never letting no one take it away
Went into the world
What a revelation
She found there’s a better way for you and me to be
("Goodbye" - Spice Girls)


Sembilan tahun yang lalu, kita duduk berseberangan dalam sebuah kelas bahasa Inggris. Aku berada di baris ketiga dari meja dosen, sementara dia di sebelahku, namun di baris kedua. Aku tidak begitu menyadari seperti apa gerak-gerik dia di hari pertama, kedua, ketiga… pokoknya pada awal-awal kami para mahasiswa baru mengenal satu sama lain. Ternyata, dia unik. Dia berbeda dari yang lain. Dia tidak modis, pakaiannya biasa-biasa aja. Tidak merokok seperti teman-temannya. Tidak banyak bicara, bahkan sangat pendiam. Dia menjadi murid kebanggaan dosen Inggrisku.

Setelah cukup lama mengenal teman-teman sekelas, aku mendapati dia yang selalu kulirik. Dia yang selalu kucuri-curi pandang. Wajahnya, telinganya, rambutnya, matanya, hidungnya, bibirnya, rambut cepaknya, pakaiannya, tas birunya, tangannya, sepatu hitamnya, tulisan tangannya, suaranya yang sangat sulit kuingat di memori saking jarangnya di ngomong, dan apa pun yang bisa kucari tahu tentangnya.

Entahlah, sebatas membayang hangat tangannya merangkul tanganku, sebatas memikirkan senyum manisnya, sebatas mengkhayalkan skenario di antara kita berdua, sebatas mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang dia, aku sudah senang.

Saat jam belajar telah usai, dia pulang. Yang kulihat pulang hanya dia. Tidak kupeduli teman-teman lain pulang ke mana. Mereka hanya semut-semut yang berlomba lari berkerumun menuju pintu keluar bagai bongkahan gula pasir yang terjatuh dari roti manisku, karena ternyata ada satu makhluk lain. Dia bukan semut, tetapi dia adalah kupu-kupu. Sayapnya membuat hatiku terjerat dalam keindahannya. Kepakan-kepakannya membuat kepalaku menyimak arah terbangnya tanpa jeda sekali pun, sampai dia terbang menjauh. Sampai hanya terlihat satu titik kecil, lalu menghilang sudah.

Empat tahun berlalu. Kupu-kupu itu sudah pindah alamat. Dia sudah ke tempat lain yang sangat jauh dari jangkauanku. Dia sekarang sudah bekerja di tempat lain. Aku terus merindukannya, tapi aku hanya bisa pasif. Aku seorang cewek pemalu. Tak berani mengutarakan isi hati, dan tak akan pernah menyampaikan rasa ini padanya. Aku adalah kembang sepatu yang dulu pernah dihinggapinya sesaat. Aku tak bisa ke mana-mana, tak bisa mengejar kupu-kupu itu, karena mahkotaku melekat pada tangkai pohon. Teringat tahun pertama di kampus, seorang temanku bilang, katanya dia suka sama aku. Aku sempat senang menangkap kata-kata temanku itu. Sepertinya memang benar. Terlihat dari tindak-tanduk dia yang diam-diam tapi sebenarnya dapat terbaca juga. Tapi rasa ini hanya terpenjara di dalam hati kita masing-masing, sampai satu kabar yang membuatku terkejut, tepatnya lima tahun setelah kami lulus: dia menikah. Perempuan yang dinikahinya tampak cantik, tapi aku tidak mengenalinya secara langsung. Wanita itu berasal dari dunia yang sangat berbeda dengan duniaku. Baru dua bulan lalu, kutahu dia sudah menikah. Dia tidak mengundangku dan memang lebih baik begitu. Pedih rasanya. Dia sudah melupakan aku. Sementara dia masih ada di hatiku. 

Kini aku hanya bisa merindukan masa lalu itu, mengenang hadirnya, dan mencintai sebatas ruangan hati yang tak sampai mengalirkannya lewat kata-kata. Hanya isyarat cinta yang mungkin masih mempertemukanku dengannya secara tiba-tiba di toko buku Gramedia, toko buku Aksara, food court MAG, dan tempat-tempat umum lainnya. Terkadang, aku menemukan dia lagi sendirian di toko buku tanpa sepengetahuannya. Tapi tak seperti dulu, aku tak bisa lagi menikmati hadirnya terus-menerus sampai tersisa titik kecil yang pada akhirnya lenyap. Aku hanya bisa melihatnya sekilas. Terkadang, kami tidak sengaja saling melirik dan terpaksa menyapa satu sama lain sebatas ‘hai’, lalu sudah, selebihnya kami memalingkan muka masing-masing untuk kembali sibuk sendiri dalam jarak antar rak buku. Cukup sudah aku mencintainya. Mungkin suatu hari aku mendapati orang lain yang akan hidup bersamaku. Tapi ingin kuucapkan terima kasih atas rasa yang pernah tumbuh itu.

No comments:

Find Me on Instagram