Fiction...

Merindukanmu…
Gadis itu sesenggukan ketika bangun dari tidurnya. Malam yang ia rasa dapat membuatnya tidur pulas dan meluruskan semua otot-ototnya yang kelelahan setelah seharian sibuk bekerja, rupanya diiringi mimpi yang ia tak tahu dapat digolongkan mimpi baik ataukah buruk. Tapi, jantungnya berdetak dengan cepat dan entah apa sebabnya air matanya keluar tak henti-hentinya. Lelaki yang kali ini datang pada mimpinya rupanya bukanlah pria yang baru pertama kali datang di mimpinya. Lelaki ini kerap datang pada mimpinya. Tiap kali ia datang pada mimpinya, ia selalu merasa bahagia dan mimpinya biasanya dapat memberikan daya magis tersendiri untuk memberi semangat dalam hidupnya. Entah itu tergolong sebuah firasat ataukah bukan, dia selalu memikirkan alasan mengapa lelaki itu kerap sekali singgah dalam tidurnya. 

Malam ini, dia memimpikannya lagi setelah sekian lama tak memimpikannya. Tapi, entah mengapa…kali ini dia merasa begitu sedih ketika memimpikannya kembali.
Somebody wants you…
Somebody needs you…
Somebody dreams about you every single night…
Somebody is me….

Seketika penggalan lagu Enrique Iglesias terdengar samar dari tapenya yang selalu dia pasang non-stop ketika dia tidur. Kenapa lagu itu diputar tepat dengan penggambaran mimpinya?
“Aku merindukanmu….”, dengan suara yang sedikit tercekak karena tangisnya dan juga air matanya tak bisa ditahan lagi. Badannya pun berkeringat seketika. Beberapa detik kemudian dia mulai menata dirinya dan memberanikan untuk melihat jam berapakah saat itu. “Jam 6 pagi” 

Dia tersadar bahwa dia harus segera bergegas mandi, sarapan, dan berangkat ke kampus. Entah kenapa hatinya tidak tenang pagi itu. Perjalanan ke kampus yang biasanya dapat ia tempuh selama 10 menit dengan sepeda motor kesayangannya, terasa sangat lama pagi ini. Ketakutan tak beralasan dalam pikirannya membuat jantungnya berdetak dengan cepat tanpa henti. Ia takut mimpinya merupakan sebuah firasat yang nantinya akan menjadi kenyataan. Entah itu merupakan kenyataan baik ataukah buruk, namun yang jelas ia tak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa ketakutannya yang besar akan sesuatu hal yang buruk akan terjadi.

Ia pun sampai ke kampus dengan wajah dan hati yang belum sepenuhnya tertata menjadi tenang. Entah mengapa ada perasaan bahwa dia harus pergi ke selasar jurusan untuk hal yang sebetulnya tanpa tujuan dan kakinya pun seolah telah berkompromi dengan pikirannya untuk pergi ke selasar jurusan. Tak lama kemudian ia melihat kerumunan orang mengerumuni papan pengumuman di selasar jurusan. Ia juga ingin tahu apa yang sedang mereka baca dan amati disana. Ia pun mendekat. Dan setelah ia membacanya, ia tahu bahwa itu adalah pengumuman beasiswa ke Australia selama 2 tahun. Ada 3 mahasiswa yang dikirim untuk berangkat kesana dan ia menemukan namanya…Nama seorang pria yang hanya bisa ia pendam dalam hati semenjak tahun pertama kuliah. Entah apa jadinya ia pada saat itu, ia merasa perasaan tidak karuan yang melanda hatinya pagi itu terjawab sudah. Ia pun bergegas masuk ke kelas dan segera mengambil tempat duduk yang kurang biasa dia tempati, yakni di barisan paling belakang. Ia pun banyak berpikir detik itu…tentang firasatnya, tentang mimpinya. Firasatnya sudah terjawab, tetapi apa maksud dari mimpinya.

Ia melihat lelaki itu tersenyum sangat manis padanya, ia ingin mendekati lelaki itu karena ia sangat merindukannya. Tapi, ia tak dapat menjangkaunya. Semula ia pikir mimpi itu hanyalah akibat kerinduannya yang besar pada teman kampusnya itu. Teman yang walaupun satu kampus tapi agak sedikit sulit ia temui karena kesibukan lelaki itu yang begitu padat sebagai fotografer koran lokal. Ia hanya bisa menunggu lelaki itu memberi tahunya kabar bahagia dan ia ingin segera tahu perpisahan macam apa yang akan lelaki itu berikan padanya. Ia hanya berpikir itu pastinya adalah perpisahan ala teman.

Seminggu sudah berselang dan lelaki itu tak kunjung datang untuk memberi tahu kabar bahagia itu. Seminggu kemudian lelaki itu mengiriminya sebuah SMS…
“Cy, doakan aku sukses di Australia dan cepat kembali ke Indonesia. Mimpiku tercapai, aku berangkat ke Australia minggu depan…” Hatiku langsung pedih membaca SMS itu.
Dua hari kemudian ia bertemu dengan lelaki itu karena permintaan lelaki itu tentunya. Banyak hal yang mereka bicarakan, seperti tentang masa depan atau sekedar membahas masa lalu mereka sebagai mahasiswa baru misalnya. Banyak tawa pada sore itu. Lelaki itu pun bicara banyak pada saat itu, tidak seperti dirinya yang biasanya. Ia pun hanya memandangi wajah lelaki itu dengan bahasa tubuh yang seolah mencerminkan bahwa dia sedang mendengarkan apa yang lelaki itu bicarakan.
Tiba-tiba lelaki itu memberikan kotak berukuran sedang berwarna cokelat tua. Ia langsung sadar bahwa itu adalah salah satu warna favoritnya.

“Itu kado perpisahan untukmu, sepertinya tidak begitu berharga tapi ku harap kau suka…”, lelaki itu mengatakannya tanpa berani melihat wajah gadis itu.
Ketika gadis itu ingin membuka korak berwarna manis itu, tiba-tiba lelaki itu berkata,”Tolong jangan dibuka disini, buka saja di rumah…” Gadis itupun menuruti apa permintaan lelaki itu.
Sebelum sempat mengatakan jawaban dari permintaan lelaki tersebut, lelaki itu kembali berkata, ” Semoga sekembalinya aku dari Australia, kau sudah lulus yaa…dan kita bisa mengobrol seperti ini lagi.”
Kata-kata itu yang terus terngiang di benaknya, terasa sebuah janji bahwa lelaki itu akan kembali dan menemuinya. Kata-kata itu pun yang selalu jadi obat ketika ia merasa takut tidak akan bertemu lelaki itu lagi.

Setibanya di rumah, ia pun membuka kotak cokelat tua itu. Didalamnya ada kaset Dewi Lestari “Recto Verso”, beberapa foto dirinya yang nampak diambil tanpa sepengetahuannya, dan sepucuk surat.
Ia pun memulai membaca surat yang dilipat dengan rapih itu…

Cy, aku gak pinter bikin surat. Kamu tahu kan aku jelek di kemampuan verbal maupun tulis menulis? Jadi, maaf klo aku kurang bisa merangkai kata dengan baik atau pun indah . Barang-barang di kotak ini sebenarnya pengin aku kasih ke kamu dari beberapa bulan yang lalu, tapi aku masih pikir-pikir buat kasihnya. Ternyata aku punya waktu yang lebih tepat buat kasih ini ke kamu. Aku kan mau pergi jauh dan belum tepat kembalinya, klo kuliahku lancar disana aku akan kembali sekitar 2 tahun lagi. Seandainya nggak, aku takut sekembalinya aku ke Ind aku udah gak bisa ketemu kamu dan kasih barang-barang ini ke kamu. Selain itu, umur orang siapa yang tahu…hehe…uups, gak boleh bilang gitu ya?

Aku tahu kamu suka banget baca novel maupun buku-bukunya Dee, trus aku tahu kamu belum punya kasetnya, jadi aku beliin buat kamu. Aku tahu klo kamu selalu pikir aku orangnya cuek bgt, tapi aku cukup tahu apa yang kamu suka dan nggak. Aku tahu lagu dan cerita mana yang paling kamu suka di Recto Verso. Aku gak perlu tanya apa arti Recto Verso ke kamu, soalnya itu buang waktu, kamu pasti udah tahu. Aku berhapap aku ma kamu bisa digambarkan dengan Recto Verso. Aku juga punya satu lagu dan cerita favorit di Recto Verso…besok klo aku dah balik ke Ind, aku bakalan kasih tahu ke kamu. Soal foto-foto itu, maaf…aku suka ambil diem-diem dari kamu. Foto-foto itu aku ambil berdasar angle favoritmu…semoga kamu suka….

‘ Bima’
Lima tahun berselang sudah, dan lelaki itu tidak terdengar kabarnya telah kembali ke Indonesia. Ia pun tak berani untuk mencoba mencari tahu keberadaan lelaki itu. Hanya terkadang ada jalan yang sepertinya menemikan Bima dan Ecy. Seperti suatu hari yang terik di sebuah pameran buku. Ada sesosok lelaki yang begitu mirip dengan Bima berdiri tak begitu jauh dengan Ecy. Lelaki itu berperawakan tinggi besar dan berambut cepak. Nampak lebih dewasa dibanding Bima. Ecy memandanginya dari balik punggungnya. Dia merasa bahwa itu merupakan sebuah khayalannya saja untuk bisa bertemu Bima karena sudah empat tahun berlalu tanpa ada kabar darinya.
Tiba-tiba lelaki itu beranjak dari rak buku yang sedang dia baca. Lelaki itu menuju kasir. Sekarang nampaklah wajah lelaki itu dengan jelas. Itu memang benar Bima. Dia merasa tidak bisa melakukan apa-apa selama beberapa detik karena dia merasa bahwa kenyataan dia akan bertemu dengan Bima merupakan kemungkinan yang cukup kecil saat ini. Lelaki itu sadar ada seorang wanita yang sedang berdiri disampingnya, terpaku dengan ketidak percayaan. Seketika lelaki itu pun menoleh dan mengeluarkan ekspresi terkejut juga. “Ecy..kamu Prastika, temanku kuliah kan?”, tanya lelaki itu dengan nada sangat terkejut.

Dengan sedikit tergagap, Ecy pun menjawab, “Iya, aku Prastika, temanmu kuliahmu yang selama empat tahun terakhir ini tak pernah kau hubungi.”
Siang itu menjadi siang yang tak kan terlupakan buat mereka. Mereka memutuskan untuk makan siang bersama di sebuah kantin sederhana, tempat mereka biasa makan selama masa kuliah. Bima banyak menceritakan pengalamannya selama kuliah di Australia. “Aku sangat merindukan Jogja.Tapi, aku pikir lebih baik aku menyelesaikan urusanku dulu disana kemudian barulah aku bisa tenang pulang dan bekerja disini. Kau sekarang kerja dimana?”, tanyanya dengan antusias tanpa sedikit pun merasa perlu menjelaskan sesuatu pada Ecy.
“Aku sekarang bekerja di sebuah sekolah internasional, kalau kau?”, jawab Ecy sembari melempar pertanyaan pada Bima.
“ Aku sekarang kerja di Deplu. Akhirnya kau dapat meraih mimpimu ya?”, jawab Bima dengan senyum manisnya. Lalu ia kembali meneruskan jawabannya, “Kau tahu ini bukan pekerjaan yang kuinginkan selama ini. Tapi, ternyata ilmu-ilmu yang kudapat selama ini bisa tersalurkan dengan aku bekerja disana.”
Sebelum Ecy sempat mengeluarkan kata-katanya lagi,Bima kembali berkata dengan nada sedikit serius, “Kau yang secara tidak langsung membuatku memilih pekerjaan ini. Kau ingat dulu di depan ruang kuliah kita pernah membicarakan masa depan kita. Waktu itu kau bilang kau ingin jadi seorang guru di sebuah sekolah internasional. Disitu aku merasa aku tertinggal jauh darimu karena kau sudah punya impian, sedangkan aku masih merasa bahwa pilihanku untuk kuliah di jurusan kita adalah pilihan yang salah.”

Ecy segera memotong perkataan Bima,”Aku bangga sekarang kau punya pekerjaan dengan prospek yang sangat bagus.”
Bima segera meneruskan perkataannya,”Aku selalu merasa kalah jauh darimu. Kau selalu jadi pemicu buatku sampai akhirnya aku mendapatkan beasiswa ke Australia.”
“Kenapa kau punya pemikiran seperti itu? Kau justru yang buatku semangat selama kuliah karena kau bisa melakukan banyak hal, sementara aku tidak.”
“Kenapa kita justru punya pemikiran yang terbalik?”, Bima kembali dengan ceritanya,” Tapi, syukurlah kalu kita memang saling memberi semangat.”
“Aku jadi tahu orang yang selama ini kuanggap hebat ternyata bisa mengagumiku.”,dengan gaya sedikit menyombongkan diri.

“Aku merasa seperti itu karena aku tidak mau posisi seorang pria ada di bawah wanita dalam rumah tangga nantinya.”, ucap Bima sambil tidak memandang wajah Ecy. Dia merasa malu untuk mengatakan hal-hal seperti itu pada seorang wanita.
“Maksudmu apa?”, tanya Ecy.
“Aku ingin kau jadi istriku kelak. Aku selalu mengidamkan sosok wanita seperti kau yang ada di sampingku. Aku memendam rasa ini sekian lama karena aku merasa aku belum punya sesuatu yang hebat yang bisa aku tawarkan padamu sehingga kau dapat menerimaku.”, ungkap Bima dengan panjang lebar. Ecy tahu bahwa Bima pasti sudah mengumpulkan keberanian untuk mengatakan itu.
“Kamu…”, ucap Ecy dengan sedikit perasaan ketidak yakinan dalam hatinya.
“Aku selama ini tidak menghubungimu karena aku ingin serius pada kuliahku di luar negeri. Setelah aku dapatkan gelar S2 dan mendapatkan pekerjaan yang mumpuni, aku berniat menemuimu untuk mengatakan….”
Belum juga Bima menyelesaikan ucapannya, Ecy menyela dengan berkata, “ Diam, cukup…”. Dia mengatakannya dengan nada sedikit tinggi. Bima pun dengan wajah penuh tanya berkata, “Maafkan aku…itu alasanku. Aku tahu wanita seperti kau pasti tidak mau dengan lelaki yang tidak punya apa-apa di otaknya. Aku berusaha membangun mimpi dan semangat dalam diriku.”
Ecy kembali menghentikan ucapan Bima,” Cukup…Kenapa kau begitu jahat padaku? Kenapa tidak kau katakan sejak dulu? Aku lelah menunggumu.”
Wajah Bima yang semula nampak kebingungan akhirnya tersenyum.
“Kau berhutang padaku. Katakan padaku cerita dan lagu apa yang kau suka di Recto Verso?”, tanya Ecy.
Dengan gaya yang cukup percaya diri, Bima menjawab, “Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya.”
Mereka pun tertawa bersama.

1 comment:

Cupcake Recipes said...

Hi great reading yourr post

Find Me on Instagram