Lilin


Hanya ada 3 lilin di antara lingkaran yang dibuat olehku dan teman-temanku. Gelap memang…Hanya dalam remang-remang ku pandangi satu persatu wajah teman-temanku pada saat itu. Sunyi. Jam dinding menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Udara dingin bahkan tak terasa, tertutup oleh kehangatan kebersamaan kami. Itu merupakan ritual yang kami sepakati bersama. Kami akan memberikan lilin-lilin itu pada seseorang yang kami pilih. Lalu kami akan mengatakan apa yang memang kita ingin katakan pada teman kita tersebut. Dan hasilnya adalah banyaknya hujan yang tercipta saat itu.

Pada awalnya, seorang teman memberiku sebuah lilin. Teman yang biasanya tak pernah berkata serius karena begitu banyak sense of humor yang dianugerahkan padanya. Tiba-tiba dia berkata serius padaku. Kuhargai itu….dan sangat bahagia karenanya.
Ku berikan lilin pertamaku pada seorang teman. Begitu banyak rangkaian kata yang ingin ku ucap padanya. Begitu banyak rasa bersalah padanya. Dan aku tak kan pernah merasa tenang karenanya. Baru ku pandang matanya dan ku berikan lilin pertamaku padanya, sudah begitu banyak air mata yang terjatuh. Dia pun hanya bisa menengkanku sambil menunggu apa yang ingin keluar dari bibirku. Ku coba untuk merangkai satu-persatu secara perlahan-lahan kalimat permintaan maaf yang ku ucap jujur tanpa ditutup-tutupi. Sampai di titik itu, aku merasakan segala bebanku lepas satu persatu, meluruh meninggalkanku. Segalanya menjadi jelas. Bahkan membaik kurasa. Aku pun berterima kasih untuk itu.

Lilin berikutnya ku berikan kepada seorang teman yang selama ini terhitung jarang ku ajak berbagi hal-hal pribadiku. Lubuk hati terdalamku sering mendorongku untuk berbagi dengannya. Tapi, apalah daya mulut sulit untuk mengucap. Hal berharga berikutnya yang kudapat adalah bahwa pelangi itu selalu ada setelah hujan turun. Awan juga pasti akan datang setelah hujan. Kami punya pengalaman menyedihkan yang sama. Dia dengan bijak hanya mengucapkan kalimat-kalimat yang dapat memberi semangat. Kami pun saling peluk dan menyemangati. Datanglah saat dimana ujung mata kami menghangat dan bibir kami terasa membisu. Hanya ada rasa dimana kita serasa ber-reuni dengan kesedihan itu.

Lilin berikutnya, 2 teman yang bahkan kami tak perlu kesempatan mengatakan isi hati masing-masing karena kami sudah saling memahami. Aku adalah kamu. Kamu adalah aku. Hal berharga berikutnya adalah kami menyadari bahwa persahabatan kami terlalu berharga untuk diakhiri dan dilupakan. Kami menyadari bahwa ketulusan dan kejujuran yang ada di antara kami selama ini jauh lebih berharga dari apapun. Bahkan saat itu aku mendapat sebuah pelajaran berharga lagi bahwa memaafkan adalah memberikan sedikit ruang di hati untuk rasa benci. Semuanya akan jauh lebih baik jika kita memiliki keluasan hati untuk memaafkan kesalahan orang lain. Dan, kita belajar menjadi seorang ksatria yang mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Terlalu banyak hal berharga yang ada. Sulit ku hapus dari ingatanku. Perbincangan kami di antara lilin memberikan pelajaran-pelajaran berharga itu.

Sampai akhirnya aku terbangun dari lamunanku yang cukup panjang itu. Sudah lama tidak ku lakukan ritual itu. Aku ingin melakukannya. Sekali lagi. Sembari kembali ber-reuni dengan kehangatan bersama orang-orang yang memiliki jiwa besar untuk berkata jujur.

(Inspired by Ritual Lingkaran Lilin)

No comments:

Find Me on Instagram