Jus Wortel


Banyak orang tak menyukai bau wortel. Apalagi baunya ketika masih mentah. Memakannya mentah-mentah tanpa dimasak sepertinya bukanlah cara favorit yang dipilih banyak orang. Membauinya juga bukanlah cara yang jitu untuk menikmatinya. Tapi, gadis yang kini duduk di hadapanku memiliki chemistry yang besar pada sebuah wortel. Dan kami selalu memanggilnya ‘gadis wortel’.

Sudah empat tahun ini kami bertiga bersahabat. Sudah jutaan detik kami lalui hanya untuk sekedar melepas rindu. Makan bersama, karaoke bersama, nonton film bersama, menikmati pertunjukkan musik bersama, atau hanya duduk, mengobrol, dan membaca tarot orang yang ingin kami ketahui. Lany memiliki kelebihan mengkaitkan sesuatu dengan apa yang dia ketahui dari hasil belajarnya tentang kartu tarot. Sedangkan aku dan gadis wortel sering memanfaatkannya untuk sekedar bersenang-senang dengan kartu tarot. Membaca kartu tarot orang dan kemudian berhaha hihi dengan hasilnya. Dan ini adalah rahasia kami.

Kami bertiga berstatus jomblo alias tak memiliki kekasih. Lany bukan gadis yang tak layak disayangi. Banyak alasan mengapa dia memilih sendiri sekarang. Jalinan kasih selama lima tahun dengan kekasihnya yang terakhir tak menghasilkan akhir yang bahagia. Entah itu bagi siapa. Tapi, itu sudah jadi alasan utama mengapa rencana pernikahan mereka tak terlaksana. Yang bersisa sekarang adalah sedikit ketakutan dan tak percayaan tentang hal-hal berbau merah jambu.

Sedangkan gadis wortel adalah orang yang sangat mampu bertahan hidup dalam sebuah eksistensi. Bahkan itu dalam soal percintaan. Selama empat tahun ini, dia hanya mencintai pria yang sama. Membisu dan memendamnya dalam-dalam jadi keputusannya selama ini. Jadi, akan jarang mendapati kami bercerita tentang percintaan masing-masing. Sebagai hiburan, kami tak enggan untuk tak membicarakannya terlalu larut. Dan kami adalah tiga gadis tanpa kekasih yang bahagia. Paling tidak untuk saat ini.
Lagi-lagi, malam minggu ini kami makan malam bersama di sebuah warung bakaran. Menu-menu yang ditawarkan akan seputar ayam, ikan, telur, tempe, tahu yang semuanya dimasak dengan cara dibakar. Aku dan Lany memesan ayam bakar dan es lemon tea.

Sedangkan gadis wortel memesan ikan bakar dan jus wortel tanpa es. Tak ada menu lain yang dia pilih selain menu itu setiap kali kami menyambangi sebuah warung makan bakaran. Sudah ratusan kali kami makan bersama di warung bakaran. Dan hanya menu itu yang dia lirik. Kami selalu bertanya padanya, ‘Kamu nggak bosen?’ dan dia hanya menjawab, ‘Nggak, aku penginnya cuma itu.’ Jawaban sederhana. Dia bukan tak menyukai yang lain. Dia tak memiliki alergi apapun terhadap jenis makanan tertentu. Yang kami tahu dia mampu pada sebuah eksistensi.

Dan yang paling mengesankan adalah dia mau berela hati hanya untuk menikmati segelas jus wortel tanpa es. Sudah tak terhitung banyaknya gelas jus wortel yang dia pacari. Setiap mengunjungi tempat yang menyediakan jus wortel, dia pasti akan menjatuhkan pilihannya pada jus wortel tanpa es. Bagaimanapun jus itu disajikan dan diolah, dia berusaha menikmatinya. Menerima dengan tampilan dan rasa yang kini dihidangkan. Seperti menampakkan wajah ‘bagaimana rasamu sekarang?’

Hingga kini, aku dan Lany berusaha mengerti kebiasaannya itu. Menelaah dengan segala pengetahuan filosofi yang kami miliki terbatas. Sampai-sampai kami mengkaitkannya dengan kisah asmaranya. Sebuah eksistensi yang berbanding lurus dengan sebuah kesetiaan.

Dia tak pernah bermimpi muluk-muluk. Bahkan akan segala hal yang sederhana. Baginya wortel adalah buah yang sangat tinggi nilainya. Iya, secara kandungan gizinya. Tapi, banyak orang berpikir wortel adalah buah yang tak seprestisius anggur, strawberry, ataupun durian. Bahkan mungkin, karena harganya yang tak menguras isi dompet itu membuatnya dijadikan makanan kelinci.

Dia pernah berujar, ‘Warnanya orange, cerah, eye-catching, bisa membuat suasana hati lebih hidup. Kalian perlu tahu kalau warna yang ada di sekitar kita bisa mempengaruhi aura dan suasana hati kita. Rasanya memang tak se-dahsyat buah lain. Rasanya ‘gak neko-neko’. Sederhana, tapi enak. Dan aku suka.’ Aku masih cukup baik mengingat raut wajahnya saat mengatakan itu. Wajah yang memang jujur dan tulus berpendapat seperti itu. Tanpa mau dianggap sedang ingin bersastra atau berfilosofi.
Di zaman dimana orang banyak memilih hal-hal yang dianggap bernilai tinggi demi memenuhi gengsi dan ambisi, dia bangga dengan hanya memilih jus wortel. Dan tanpa es. Yang kupikir sensasinya sangat biasa. Pasti. Aku berani bertaruh akan hal itu. Walaupun jus wortelnya disajikan dalam gelas berbagai bentuk, yang dia cari tetap rasa wortelnya. Walaupun disuguhi pilihan jus wortel dengan berbagai macam kombinasi, dia lagi-lagi hanya memilih jus wortel tanpa es.

Dalam keadaan dimana orang-orang memiliki penasaran yang besar pada berbagai macam kombinasi minuman dengan harganya yang juga beraneka macam, dia mampu konsisten dengan apa yang dia sukai. Tak pernah ada ekspektasi yang meninggi terhadap jus wortelnya. Dia tak pernah menginginkan jus wortelnya akan dipacarkan dengan susu, float, atau berbagai macam ekstrak buah lain. Yang dia cari memang hanya wortelnya yang biasa, dikupas, dicuci, dipotong, diblender, digulai, dan tanpa es.

Dimana banyak orang yang mulai tak konsisten dan tak bereksistensi, dia mampu konsisten dan bereksistensi. Dimana banyak orang yang mulai tak setia pada apa yang disukai, dia masih mampu setia. Bahkan mungkin ketika banyak orang yang merasa bosan dan jengah pada apa yang ada di hadapannya, dia selalu bersabar menghabiskan yang memang dia sukai walaupun mungkin saat itu jus wortelnya disajikan dengan tak senikmat biasanya. Dia bersabar menanti hingga sedotan terakhir. Menanti sensasi yang mungkin akan mengejutkannya. Kalau toh sensasi itu tak juga dirasa, dia cukup tahu kalau saat itu jusnya disajikan tak enak. Tanpa banyak protes.

Karena jus wortel tanpa esnya, kami memahaminya. Mulai mengerti mengapa selama empat tahun dia mampu bertahan. Mengerti dan menerima. Sampai akhirnya kami tahu dan yakin, dia akan menemukan seorang yang mampu menghargainya seperti dia yang menghargai segelas jus wortel tanpa es.



Ketika kejujuran,
dan ketulusan perlu dipertahankan.
Dan eksistensi serta kesetiaan
harus diperjuangkan….

No comments:

Find Me on Instagram