Selamat Hari Ibu....



Masih lekat di benak ketika seorang ibu penuh senyum selalu mengelus punggung kecilku dengan sabar sebelum aku terlelap. Dengan mata terkantuk-kantuk, dia bersabar mengelusku sampai mulutku berhenti berceloteh tentang banyak hal, dan kemudian aku merenda mimpi.

Sering kali, ketika tingkah tengilku muncul, berpura-pura tertidur lelap ketika dia mencoba memanggilku untuk mencuci kaki dan tanganku sebelum tidur, dia tetap mampu tersenyum melihat tingkahku. Dengan penuh kesabaran, membopong tubuh mungilku ke kamar mandi atau bahkan membawakan seember air ke kamar tidurku, dan kemudian membasuh kaki-kaki dan tangan-tanganku.

Menyayangiku, menjaga, merawat, mengajariku banyak hal, dan selalu memastikan aku baik-baik saja. Dia selalu menyisir rambutku, memakaikanku baju, dan mendandaniku sebelum aku berangkat sekolah. Sering kali aku enggan menghabiskan sarapanku tanpa suapan-suapan dari tangannya. Kemudian, dia mengantarku sampai depan rumah. Aku selalu berpamitan padanya dan mencium punggung telapak tangannya. Dan senyumnyalah yang memenggal segala keraguan yang ada. Setelah segala prosesi itu, aku serasa mendapatkan kekuatan maha dahsyat yang mampu menyulut api semangat dan aku dapat melalui segalanya dengan penuh keyakinan.

Rupanya, kekuatanku itu masih harus tersulut ketika sampai dia tak lagi mampu melakukan segala hal itu padaku. Kemudian, keadaan terbalik suatu hari. Rambutku tak lagi disisir olehnya karena ketidak mampuannya. Yang ada, aku yang menyisir setiap helai rambutnya, menyuapinya, dan menantinya sampai tertidur lelap. Melihatnya mau memakan makanan dari suapan-suapanku rasanya bahagia sekali. Menyaksikannya dapat tertidur lelap dengan penuh senyum sangat melegakan hatiku.

Tapi, ketika dia tidur terlalu lelap membuatku takut dan membuat tangisku pecah. Berharap senyumnya terkembang dari wajah penuh kasihnya lagi. Kemudian, aku kini yang berbalik memastikan dirinya baik-baik saja. Bukan jawaban yang melegakan yang kudapatkan karena aku tak merasakan hembusan nafasnya lagi. Tapi, aku tak ingin mengantarkannya ke tempat damainya dengan wajah penuh air mata. Ku seka air mata yang ada, menguatkan dan menata hati sesegera mungkin karena aku ingin sepertinya yang selalu mengantar dan melepas kepergianku dengan wajah tersenyum.

Sekarang, wajah dan kulit putihnya semakin nampak lebih putih. Dan, rasa ikhlasku lebih mendalam karena aku tahu dia lebih damai dari sebelumnya. Dia tak lagi mengusap punggungku, membasuh kaki dan tanganku, menyisir rambutku, memakaikanku baju, dan mengantarku pergi dengan penuh senyum. Kini, dia hanya bisa diusap, dibasuh kaki dan tangannya, bahkan dimandikan seluruh tubuhnya, disisir rambutnya, dipakaikan kain tersederhana yang pernah dia pakai, diantar, dan dilepas kepergiannya dengan senyum. Walaupun, banyak air mata yang tumpah, aku tahu bahwa ribuan bunga kamboja sedang tersenyum melepas kepergiannya, dan gesekan daun-daun yang terhempas angin sedang meneriakinya salam selamat tinggal.

“….Berjuta cahaya datang padaku. Menari denganku. Nyanyikan lagu tentangnya…. Selamat hari ibu, mama…..”

P.S. Sampaikan padanya duhai cahaya bahwa aku sangat menyayanginya dan merindukannya…..

(Inspired by a great mom, Hury Handayani)

No comments:

Find Me on Instagram