[Review Film] Film Filosofi Kopi, Tentang Secangkir Kopi dan Makna Kehidupan


Film Filosofi Kopi. Gambar diambil dari www.bingkaiberita.com
Hari Kamis, tanggal 9 April 2015 merupakan hari pertama Film Filosofi Kopi diputar di bioskop di seluruh Indonesia. Secara spontan saya dan teman-teman kerja memutuskan untuk menonton sepulang dari kerja karena memang film ini sudah sangat kami nantikan. 




Film yang diadaptasi dari cerpen karya Dewi ‘Dee’ Lestari ini disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko. Film ini dibintangi oleh Chicco Jerikho sebagai Ben, Rio Dewanto sebagai Jody, Julie Estelle sebagai El, Slamet Rahardjo sebagai Pak Seno, Jajang C. Noer sebagai Bu Seno, dan lain-lain. Film yang mengisahkan tentang dua sahabat, Ben dan Jody, yang saling menemukan makna kehidupan melalui kopi ini bermula ketika Jody merasa kebingungan untuk membayar hutang yang almarhum ayahnya wariskan kepadanya. Sedangkan usahanya bersama sahabatnya, Ben, tak juga mampu menghasilkan cukup uang untuk membayar hutang ayahnya itu. Ben yang dibesarkan oleh keluarga Jody, mendirikan usaha bersama Jody. Usaha kedai kopi yang mereka rintis bersama bertempat di bekas toko kelontong milik ayah Jody, yang mereka beri nama ‘Filosofi Kopi’.


Usaha kedai Filosofi Kopi mereka berjalan cukup lancar dengan banyaknya penikmat kopi yang datang ke Filosofi Kopi. Ben yang merupakan barista dengan wajah menarik menjadi salah satu daya tarik Filosofi Kopi. Banyak pengunjung yang datang ke kedai kopi mereka karena ketampanan Ben, kopi yang nikmat racikan Ben, dan juga keunikan kedai mereka yang selalu menyajikan kopi beserta filosofi tentang kopi yang mereka minum dalam secarik kertas yang bisa mereka dapatkan ketika membeli kopi di sana atau disampaikan langsung oleh sang barista primadona Filosofi Kopi.

Jody yang bertanggungjawab mengurus keuangan usaha mereka makin frustasi ketika seseorang datang menagih hutang mereka yang tak kunjung dibayar. Sebisa mungkin, Jody memutar otak agar bisnis yang mereka jalankan makin sukses dan meraih untung yang lebih banyak. Jody pun menjadi sangat perhitungan atas segala pengeluaran yang mereka lakukan. Sekedar kopi nikmat bagi Jody tidak cukup. Berbagai usaha untuk membuat para pengunjung makin tertarik datang ke tempat mereka pun terus dilakukan. Tetapi, usaha kerasnya ini tak disambut baik oleh Ben. Ben yang sudah belajar tentang kopi di luar negeri, memahami teknik peracikan kopi, dan sangat idealis mengenai kopi ini tak sependapat dengan usaha yang ingin Jody lakukan tersebut. Ben selalu percaya bahwa kopi yang enak dan diracik dengan teknik yang baik akan membawa orang datang ke tempat mereka. Ben dan Jody pun jadi sering berdebat karena perbedaan pendapat ini.

Walaupun Jody merasa usahanya tak mampu menghasilkan untung sebesar yang dia mau, kedai mereka begitu diperhatikan orang. Banyak media meliput usaha mereka. Ben pun naik daun. Kemunculan Ben di surat kabar mengundang seorang pebisnis mengajaknya bertaruh. Jika memang Ben memang seorang barista hebat seperti yang media-media tulis, Ben harus mampu membantunya untuk membuat seorang investor mau bekerja sama dengannya dengan membuatkannya kopi yang sangat luar biasa enaknya untuk investor yang sangat menggilai kopi tersebut. Ben semula tak yakin. Namun, Jody berusaha meyakinkan Ben bahwa ini merupakan kesempatan emas mereka untuk melunasi semua hutang ayah Ben. Akhirnya Ben pun setuju dan menaikkan taruhan sebesar 1 miliar agar dia dapat melunasi semua hutang ayah Ben. Besarnya taruhan yang dinaikkan oleh Ben secara sepihak membuat Jody khawatir kalah dalam pertaruhan itu dan justru akan menambah hutang mereka. Tetapi, Ben optimis menang.

Karena hal ini, Ben terus bekerja keras untuk meracik kopi terenak. Semua bahan terbaik dan teknik terbaik yang selama ini dia pelajari pun dia lakukan demi memenangkan taruhan ini. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Ben berhasil meracik kopi yang menurutnya, Jody, dan juga semua pegawai Filosofi Kopi adalah kopi yang luar biasa enak bahkan terenak di Jakarta dan mungkin Indonesia. Mereka pun menamai kopi ini sebagai ‘Ben’s Perfecto’. ‘Ben’s Perfecto’ lagi-lagi menjadikan Filosofi Kopi didatangi makin banyak orang dan diliput media. Ben pun senang. Begitu pun Jody dan pegawai yang lainnya. Ben dan Jody sangat yakin mereka akan memenangkan taruhan tersebut.

Lahirnya Ben's Perfecto. Gambar diambail dari www.sindikasi.co

Seorang penulis yang sedang meneliti tentang kopi di seluruh Indonesia, El, tiba-tiba datang. Dia sangat penasaran mengapa mereka yakin dan percaya diri bahwa kopi tersebut merupakan kopi yang memiliki rasa yang sempurna. El yang diperankan oleh Julie Estelle ini pun mencoba kopi tersebut dan menyebutnya cukup enak. Ben pun kaget mengapa kopi ‘masterpiece’nya dikatakan biasa saja, tidak sempurna. El pun berujar bahwa dia pernah mencoba kopi yang menurutnya paling enak selama dia berkeliling Indonesia dan mencoba kopi. Kopi tersebut disebut ‘Kopi Tiwus’. Kopi yang dihasilkan di sebuah desa di Jawa Tengah ini dibuat oleh petani kopi di desa tersebut dan kemudian dijual di sebuah warung kopi sederhana milik petani kopi tersebut. Ben dan Jody pun penasaran. Mereka pun akhirnya melakukan perjalanan untuk mendatangi petani kopi tersebut untuk merasakan kopi yang menurut El adalah kopi yang paling enak yang pernah dia coba.

Sesampainya di sana, Ben pun seperti tak percaya. Kopi yang ditanam tanpa teknik istimewa dan diracik sangat sederhana bisa menghasilkan rasa yang luar biasa. Ketika bertemu petani kopi, Pak Seno (yang diperankan oleh Slamet Rahardjo) inilah banyak kejadian dari masa lalu para tokoh dimunculkan. Konflik pun mulai lebih terasa dalam fase ini. Perang batin yang datang dalam diri Ben yang merasa dikalahkan oleh seorang petani kopi desa pun muncul. Trauma yang dia miliki karena masa lalu bersama keluarganya makin memperburuk keadaan. Konflik antara Ben, Jody, dan El pun memanas di sini. Jody yang bersikeras memilih Kopi Tiwus untuk diracik agar memenangkan taruhan, El yang tak suka sikap angkuh Ben ketika bertemu dengan Pak Seno dan Ibu Seno, dan Ben yang telah banyak belajar tentang kopi selama bertahun-tahun merasa tertampar karena seperti terkalahkan oleh seorang petani kopi biasa.

Menikmati Kopi Tiwus. Gambar diambil dari www.tribunnews.com

Bagi pembaca cerpen Filosofi Kopi pastilah sudah tahu akhir dari kisah ini. Tetapi, dalam film, ada bumbu pemanis yang menurut saya makin memperdalam isi cerita. Adegan-adegan menyentuh, manis, dan juga dibumbui dengan humor membuat film ini makin istimewa untuk dinikmati. Apa yang akan terjadi dengan Ben dan Jody selanjutnya? Akankah mereka memenangkan pertaruhan itu? Dapatkan mereka melunasi hutang ayah Ben? Bagaimana nasib Filosofi Kopi selanjutnya? Silahkan temukan jawabannya dengan menonton film ini.

Walaupun film ini adalah film adaptasi dari cerita pendek di salah satu buku yang pernah diterbitkan, tetapi saya selalu menikmati sebuah karya dalam bentuknya masing-masing. Seperti Filosofi Kopi ini. Ada beberapa poin yang berbeda dan menurut saya tetap menarik karena justru memperdalam isi cerita. Karena film adalah karya visual, detail-detail pun ditambahkan agar mengantar penonton pada penggambaran yang lebih mendalam.

Yang jelas, saya belajar banyak dari kisah dan film ini. Seperti persahabatan yang kadang kala mengalami pasang surut maupun suka dan duka, makna kehidupan, dan indahnya sebuah kesederhanaan yang dihasilkan dari usaha sungguh-sungguh dari hati dan penuh cinta. Seperti Kopi Tiwus yang mengantarkan pemahaman para penikmatnya akan sebuah makna kehidupan. Bahwa hidup itu memang terkadang terasa pahit dan tak sempurna. Tetapi, tetap indah. Begitu adanya.

(Resty Amalia)

2 comments:

Euisry Noor said...

Aku lagi pengen banget nonton film ini. Ternyata adaptasi ke filmnya ada detail2 yg dikembangkan & dimodif ya... Kalau di cerpennya kan yg bilang Ben's Perfecto tuh "cukup enak" bukan tokoh El, sebagai salah satu contoh. Thanks reviewnya Mbak...

Resty Amalia said...

Iyaa.... Tapi kalau aku si memang menikmati karya-karya tersebut dengan caranya masing-masing. Yaa... adaptasi kan tidak harus sama mirip dengan bukunya. Ya ngga? So far bagus si menurut aku. Selamat nonton yaa.... Terima kasih sudah mampir ke sini ;-)

Find Me on Instagram