Kisah dan Inspirasi: Mengubah Perspektif dan Memperkaya Wawasan Bersama Ayu Utami

Tahun lalu, saya belajar menulis khusus dan intensif alias berguru pada Mba Ayu Utami. Siapa yang tak mengenal Ayu Utami. Secara kualitas tulisan, sudah tak diragukan lagi. Banyak sekali hal yang saya pelajari dari Mba Ayu. Bisa dibilang, Mba Ayu banyak mengubah pola pikir dan mempengaruhi saya dalam menulis.

Selama beberapa bulan saya berguru pada Mba Ayu, saya digembleng ilmu-ilmu yang saya kira bukan lagi ilmu-ilmu dasar dalam menulis. Setiap materi yang diberikan di tiap pertemuannya selalu padat dan mendalam. Dan buat saya, membawa saya pada perenungan yang mendalam akan sastra dan ilmu penulisan. Belajar selama kurang lebih 3 bulan intensif dengan beliau tidaklah cukup buat saya. Saya pun masih ingin lagi belajar dan menggali untuk kemudian saya aplikasikan selalu pada tulisan-tulisan saya. Practice makes perfect!



Tulisan ini merupakan hasil refleksi tentang hal-hal yang menurut saya harus saya kuatkan pada diri saya dan sekaligus saya ingin menjawab dan sedikit berbagi kepada teman-teman, terutama yang pernah bertanya pada saya, "Belajar apa saja dari Mba Ayu Utami?"

Photo by Chang Duong on Unsplash

1. Menulis dengan lebih logis

Saya sangat sadar bahwa saya ini orangnya sangat perasa dan melankolis. Maka dari itu, tulisan-tulisan saya kebanyakan lebih condong pada 'rasa'. Bisa dibilang mungkin masih banyak perlu memperkuat sisi logika saya, menyeimbangkan antara rasa dan logika. Bagaimana caranya? Saya pun lebih banyak membaca tulisan-tulisan, menonton teater, dan menonton film-film yang lebih mengasah logika saya. Misalnya, belakangan saya suka membaca dan menonton film yang "nggak drama banget".


2. Memperdalam dan memperkaya karakter

Kisah yang menarik salah satunya juga ditentukan oleh karakter-karakter kuat dan beragam yang ditampilkan dan dibangun dalam kisah yang kita tulis. Biasanya, karakter sempurna dan jadi idaman banyak orang adalah karakter-karakter menjadi karakter-karakter populer, banyak disukai, dan bisa masuk ke lebih banyak orang. Kenapa? Ya, karena karakter-karakter ini memenuhi hasrat tersembunyi manusia yang selalu menginginkan kesempurnaan.

Menurut Mba Ayu, karakter yang baik adalah karakter-karakter yang menampilkan kerentanan manusia. Karakter yang seperti ini sesungguhnya adalah karakter yang lebih manusiawi. Karakter yang tak selalu menampilkan kesempurnaan yang sesungguhnya hanyalah fana. Untuk bisa mengeksplorasi tokoh yang kuat dan beragam, melakukan banyak latihan, pengamatan, dan memekakan diri menjadi sangat penting. Kalau saya, saya memakai kartu tarot dan menganalisa berbagai macam karakter yang ditampilkan (dulu ketika kuliah saya pernah belajar juga, namun sekarang saya makin sering menggunakannya), menjelajah kerentanan-kerentanan manusia yang ada, dan mengamati karakter manusia di sekitar lebih dalam. Untuk ini, mungkin saya lebih menyerahkan diri saya untuk masuk ke diri orang yang saya amati dan ingin saya pahami lebih dalam. Jadi, kalau kita sering dicurhati teman, ini juga ada nilai plusnya. Kisah-kisah mereka bisa jadi bahan belajar dan menulis.

3. Menentukan hasrat, topeng, kegelisahan, dan bawah sadar tokoh

Ketika akan menulis sebuah cerita, hasrat tokoh harus sudah sangat jelas dan ditentukan sedari awal. Ini sangat membantu pembangunan cerita dari satu bagian ke bagian lain. Ibaratnya kita pergi ke satu tempat atau melakukan sesuatu, pasti tujuannya sudah jelas. Jika tidak jelas, kita tak akan tahu mau ke mana cerita akan dibawa. 

Hasrat pun tak harus yang bombastis ataupun terdengar hebat. Kita bisa menulis cerita yang complicated dan berbobot hanya dengan hasrat yang sederhana. Misalnya saja, film Dunkirk. Dengan jalan cerita yang berbobot dan complicated, film ini menghadirkan hasrat sederhana para karakter dalam ceritanya, yaitu "ingin pulang".

Selain hasrat, topeng (rupa yang dibangun oleh karakter), kegelisahan, dan bawah sadar karakter juga perlu dibangun untuk makin menghidupkan karakter. Ketiga hal ini juga akan sangat membantu untuk membangun cerita dan konflik yang akan disajikan.

Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

4. Penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan jenis tulisan dan karakter tokoh

Jenis tulisan dan karakter dalam cerita kita akan menentukan bahasa yang akan kita gunakan. Misalnya saja, ada bahasa yang puitis, logis, mengalami, maupun lugas. Untuk menentukan bahasa seperti apa yang akan digunakan, kita bisa menyelami karakternya kembali dan menentukan bahasa mana yang lebih cocok untuk digunakan.

5. Mengisi tulisan dengan bobot agar lebih bermakna

Sebenarnya, kalau kita menulis dengan tidak menambahkan bobot juga tidak masalah karena menulis dengan bobot itu tidak mudah. Namun, jika ingin menulis dengan kualitas yang maksimal, bobot perlu ditambahkan. Bobot yang bisa ditambahkan antara lain, bobot pengetahuan, bobot filosofis/perenungan, dan kompleksitas psikologis/kerentanan.

Jika masih mulai belajar untuk menambahkan bobot dalam tulisan, kita bisa memulainya dengan menambahkan bobot pengetahuan. Mba Ayu pernah bilang kepada saya bahwa butuh kedewasaan dan juga kematangan untuk penulis bisa menambahkan bobot filosofis atau perenungan. Makin ke sini saya pun memahami alasannya. Karakter penulis yang dewasa dan memahami filosofi kehidupan akan mewarnai tulisannya dengan kedewasaan berpikir dan juga filosofi-filosofi akan kehidupan yang dialami dan dipelajarinya. Pribadi penulis tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan tulisannya. Mereka akan bersatu dan saling mempengaruhi. 

6. Pemetaan dalam penulisan

Membuat pemetaan dalam menulis itu bagaikan membuat fondasi sebelum membangun rumah. Dulu, saya termasuk penulis yang spontan, menuliskan apa yang ada di pikiran untuk kemudian saya tulis. Ini baik, namun kadang membuat tulisan bisa saja kurang terstruktur dan terarah. Lalu, saya sangat belajar bagaimana saya bisa menulis secara terstruktur. Ternyata tetap menyenangkan dan bisa mengarahkan saya. Pemetaan juga sangat bermanfaat untuk mengingatkan kita ketika menulis tulisan yang panjang. Misalnya, novel. Pemetaan ini akan terus mengingatkan dan mengarahkan kita agar tidak keluar jalur dan mengarah ke hal-hal yang justru tidak akan memperdalam cerita yang sedang dibangun.

Photo by Bino Storyteller on Unsplash

7. Mengeluarkan detail-detail yang membangun cerita

Penulis kadang memiliki semangat dan keinginan yang kuat untuk menceritakan banyak hal. Misalnya saja detail-detail yang ditambahkan dalam cerita yang ditulis. Kadang, kita terlena dan menambahkan detail-detail yang sebenarnya tidak terlalu berguna untuk membangun cerita maupun karakter yang ada. Menurut Mba Ayu, detail yang baik adalah detail yang berguna untuk membangun jalannya cerita dam memperkuat karakter tokoh. Bisa juga kita menambahkan detail yang nantinya di satu waktu yang tepat akan menguatkan atau mengungkap satu hal penting.

8. Lebih banyak membangun cerita dengan adegan, bukan keterangan

Detail yang satu ini menurut saya sangat menarik dan sangat perlu untuk dilatih terus tanpa henti. Sering kali, kita sebagai penulis begitu semangatnya mengarahkan dan mengendalikan cerita, hingga lupa untuk menempatkan diri sebagai tokoh yang dibangun. Ketika cerita lebih banyak berupa keterangan, berarti peran kita sebagai penulis masih kuat sebagai penutur cerita. Namun, jika kita mampu menyacah keterangan menjadi adegan-adegan, kita mampu membangun cerita lebih dalam. Memperlambat pergerakan cerita, lebih masuk ke dalam batin tokoh, dan membawa masuk pembaca ke dalam cerita dan karakter yang dibangun. Perlu selalu diingat bahwa bukan kita, penulis yang menuturkan kisah yang ditulis, namun tokoh dengan karakter yang dibuatlah yang seharusnya melakukannya.


9. Banyak membaca, mengikuti diskusi, menonton film, belajar ilmu-ilmu lain, menikmati banyak karya sastra, riset, dan berlatih

Ketika hal-hal ini sangat diajarkan kepada saya, saya sangat mengiyakan. Saya pun diajari hal serupa oleh tokoh-tokoh lain yang sudah berpengalaman tentang hal ini. Apa yang kita asup, konsumsi, dan cerna akan sangat mempengaruhi apa yang kita hasilkan. Percayalah itu! 

Sekarang ini makin banyak orang yang ingin jadi penulis, tapi malas membaca dan berlatih menulis. Padahal kedua hal ini justru dua kunci utama untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik. Belajar hal-hal lain, misalnya sejarah, filsafat, budaya, dan lain-lain akan memperkaya kita. Kita pun makin punya banyak bahan, pilihan, dan bekal untuk menambahkan bobot pengetahuan yang kita punya ke dalam tulisan kita.

Film dan teater pun sangat berguna untuk belajar plotting, pembangunan karakter, dan struktur story telling yang lainnya. Sedangkan karya seni lain, akan memperkaya kita akan seni. Makin sering menikmati dan mempelajari karya seni yang berkualitas, maka akan makin baik juga selera kita akan seni. 

Me and Mba Ayu Utami


Ini hanya sebagian kecil yang sudah saya pelajari dari Mba Ayu Utami. Masih banyak hal lain yang saya pelajari. Namun, rasanya kok tidak akan pernah cukup jika saya tuliskan. Banyak juga hal yang Mba Ayu ajarkan dan masih saya renungi sampai sekarang. Tapi, paling tidak saya berharap ini bisa sedikit menjawab pertanyaan teman-teman soal apa saja yang saya pelajari dari Mba Ayu dan bisa membantu meningkatkan kemampuan menulis kita.


Salam hangat,



2 comments:

PerjalanSenja said...

Menurut Mba Ayu, karakter yang baik adalah karakter-karakter yang menampilkan kerentanan manusia. Karakter yang seperti ini sesungguhnya adalah karakter yang lebih manusiawi.

Suka banget sama ini mbak. Saya termasuk yg suka baca orang yg gak sempurna. Krn emang gak ada yg sempurna kan?

Resty Amalia said...

Iyaa, betul sekali. Dan pilihan kerentanan yang bisa diangkat juga banyak sekali. Segala sesuatu keresahan, kerapuhan, dan masalah yang manusia punya :)

Find Me on Instagram